7 Fakta Pemilu Turki! Erdogan Menang Sementara-Sikap Rusia AS

ISTANBUL, TURKEY - MAY 13: Turkey's President Recep Tayyip Erdogan speaks at his final election campaign rally in Beyoglu the district of his childhood on May 13, 2023 in Istanbul, Turkey. On May 14th, President Recep Tayyip Erdogan will face his biggest electoral test as the country goes to the polls in the country's general election. Erdogan has been in power for more than two decades -- first as prime minister, then as president -- but his popularity has recently taken a hit due to Turkey's ongoing economic crisis and his government's response to a series of devastating earthquakes. Meanwhile, the political opposition has united around one candidate, Kemal Kilicdaroglu, with some polls giving him an edge. (Photo by Jeff J Mitchell/Getty Images)

Kejayaan dua dekade Presiden Recep Tayyip Erdogan telah mendominasi politik negara Turki. Polisi berusia 69 tahun itu juga telah menjadi pemain kunci dan kontroversial di panggung dunia.

Namun posisinya sebagai petahana terancam kalah dari saingannya, Kemal Kilicdaroglu dari partai oposisi. Berikut fakta-fakta terkait Pemilu Turki 2023, sebagaimana dihimpun oleh CNBC Indonesia dari berbagai sumber:

1. Kandidat Presiden

Dalam Pemilu Turki 2023, petahana Erdogan melawan Kemal Kilicdaroglu. Ia merupakan pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP) atau oposisi yang berusia 74 tahun.

Kilicdaroglu sejauh ini https://apkdwslot88.com/ https://apkdwslot88.com/disebut memiliki peluang terbesar untuk menggulingkan Erdogan, orang paling berkuasa di Turki sejak ia mengambil alih kekuasaan sejak 2003. Maka tak heran jika mantan akuntan tersebut disebut-sebut merupakan masa depan demokrasi negara Turki.

Erdogan sendiri berasal dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang konservatif dan berakar Islam. Dia sudah 20 tahun memimpin Turki, bermula dari Perdana Menteri (PM) hingga 2014, sebelum menjadi presiden dalam beberapa periode.

2. Hasil Hitung Sementara

Menurut update Dewan Pemilihan Tertinggi Turki (YSK), saat ini Erdogan unggul dengan 49,54% suara sementara saingannya Kilicdaroglu memiliki 44,88%. Angka didapat dari 99% suara yang sudah dihitung.

Namun, dalam aturan Turki, seorang kandidat harus mendapatkan lebih dari 50% suara untuk memenangkan pemilihan. Sehingga pemilihan Presiden Turki akan berlanjut di putaran kedua.

3. Putaran Kedua, Kapan?

Beranjutnya pemilu Turki ke putaran kedua adalah sejarah pertama di negara itu. Rencananya, hal ini akan dilakukan pada 28 Mei mendatang guna menentukan siapa yang akan menjadi presiden selanjutnya.

Kepala Komisi Pemilihan Umum Turki (YSK) Ahmet Yener juga memastikannya. Ia menegaskan perolehan suara sudah final sehingga Pemilu Turki dapat berlanjut ke putaran kedua.

“Karena tidak ada yang melewati ambang itu, pemungutan suara akan dilanjutkan ke pemilihan putaran kedua dalam dua minggu, pada 28 Mei,” tulis CNBC International, mengutip sumber lokal.

4. Potensi Kemenangan dan Kekalahan

Pengamat dari Institut Kajian Asia dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Boris Doglov, meyakini petahana Erdogan akan tetap menang di putaran kedua Pemilu. “Saya yakin Erdogan punya cukup kesempatan untuk menang di putaran kedua,” kata Doglov, seperti dikutip TASS.

Namun, meski perolehan suara Erdogan lebih unggul dalam putaran pertama, posisinya tetap kritis. New York Times bahkan menulis, ia masih bisa kalah.

Mengutip laman yang sama, jajak pendapat terbaru menunjukkan dia di bawah penantang utama, Kilicdaroglu. Belum lagi masalah ekonomi yang terus menerus membuat warga Turki merasa lebih miskin.

“Pemilu tidak adil, meskipun bebas. Dan, itulah mengapa selalu ada prospek perubahan politik di Turki,” kata direktur kelompok penelitian EDAM yang berbasis di Istanbul, Sinan Ulgen.

“Prospeknya ada, dan sekarang bisa diraba,” tambahnya.

Sementara itu, analis politik menyebut momen pemilu ini bisa memicu kecemasan tinggi. Potensi kekerasan atau ketidakstabilan bisa terjadi jika hasil pemilu ditentukan oleh kandidat yang kalah atau pendukung mereka melakukan aksi karena tak terima.

5. Lira Rekor Terendah Lagi

Lira, mata uang Turki, merosot mendekati rekor terendah lainnya saat pemilihan presiden Turki menuju putaran kedua. Seorang analis bahkan memperkirakan pelemahan lebih lanjut untuk mata uang dalam jangka pendek.

“Lira Turki mendekati posisi terendah bersejarahnya dan prospeknya bearish dalam jangka pendek, karena ketidakpastian hasil pemilu,” kata CEO MarketVector Steven Schoenfeld, mengutip CNBC International.

Ia menjelaskan bahwa lira dapat didevaluasi sebagai bagian dari reformasi ekonomi besar jika oposisi mengambil alih kekuasaan. Saat ini lira diperdagangkan pada rekor terendah, yakni yaitu 19,56 terhadap dolar AS, dengan pengamat memperkirakan mata uang tersebut masih akan mengalami penurunan.

“Kinerja luar biasa Erdogan yang signifikan di babak pertama merupakan salah satu skenario terburuk untuk aset Turki dan lira,” kata Ekonom Pasar Berkembang Wells Fargo, Brendan McKenna.

Dia memperkirakan lira akan mengalami “jual beli yang signifikan” dalam waktu dekat. Ia pun berpandangan bahwa persilangan lira/dolar akan mencapai 23 pada akhir Juni.

Sementara itu, bursa Istanbul Turki mengeluarkan “pemutus sirkuit” setelah indeks acuan anjlok lebih dari 6% dalam perdagangan pra-pasar hari Senin. Indeks ISE Nasional 100 Turki diperdagangkan lebih rendah hampir 3%.

Saham Turki turun sekitar 15% tahun ini. Hal ini menandai kontras besar dengan pengembalian hampir 90% mereka pada tahun 2022, kata Schoenfeld dari MarketVector.

“Prospek paling tidak pasti, tetapi jika oposisi memenangkan putaran kedua dan mengambil alih kekuasaan pada Juni, prospek jangka panjang ekuitas Turki akan positif,” katanya.

Obligasi negara Turki, yang dihargai dalam dolar AS, juga mengalami aksi jual semalam karena berita tersebut. Mereka tergelincir 7 sen, menurut Reuters, sebelum sedikit mundur. Pertukaran default kredit Turki, pada dasarnya biaya asuransi terhadap default pemerintah, secara singkat naik 114 basis poin.

6. Sikap Rusia 

Hasil Pemilu Turki rupanya juga berimbas pada Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin terancam kehilangan sekutu kunci dalam aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) jika Erdogan kalah dalam pemilihan tersebut.

Putin disebut telah lama menganggap Erdogan dapat diandalkan. Karena memiliki retorika dan kebijakan yang keras dan memiliki pengalaman dalam berurusan dengan Rusia.

James Jeffrey, mantan duta besar untuk Irak dan Turki dan ketua Program Timur Tengah di Wilson Center menyebut kebijakan Turki terhadap Ukraina dan Rusia kemungkinan akan “tetap ada” jika Kilicdaroglu menang. Tapi masalanya ia bukan Erdogan.

“Saya tidak berpikir berdasarkan pengetahuan langsung bahwa Putin menganggap Kilicdaroglu akan lebih keras terhadapnya daripada Erdogan (dalam situasi tertentu)… Tapi Putin kembali suka berurusan dengan orang yang dia kenal dan berpikir seperti dia. Itu Erdogan, bukan Kilicdaroglu,” kata Jeffrey.

Sementara itu, Eleonora Tafuro, seorang peneliti senior di Pusat Rusia, Kaukasus dan Asia Tengah di ISPI, mengatakan kemitraan yang erat antara Putin dan Erdogan penting untuk hubungan bilateral.

“Mengurangi hubungan menjadi bromance antara Putin dan Erdogan akan menjadi kesalahan,” katanya.

“Putin pasti mendukung Erdogan… tapi dia juga siap bekerja dengan Kilicdaroglu. Hubungan dengan Turki terlalu vital baginya, terutama sekarang. Dan dia tidak mungkin kehilangan mereka, bahkan jika Erdogan meninggalkan kekuasaan,” kata Tafuro.

7. Sikap AS & NATO

Nasib Erdogan akan memiliki implikasi besar tidak hanya untuk demokrasi negaranya, yang telah ia lemahkan, tetapi juga untuk kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS). Meskipun Turki adalah sekutu NATO, Erdogan sering membuat Washington frustrasi, misalnya, dengan mendekati Rusia dan menyarankan pemulihan hubungan dengan Suriah.

Jika Erdogan kalah, ia kemungkinan akan semakin membatasi kebebasan sambil terus membuat frustrasi para pemimpin Barat, sebagaimana dilaporkan CNN International.

Dalam beberapa bulan terakhir, Erdogan memblokir masuknya Swedia dan Finlandia ke dalam NATO setelah para pemimpin mereka memutuskan untuk bergabung dengan aliansi setelah invasi Putin ke Ukraina. Dia menuntut tindakan keras terhadap orang Kurdi di pengasingan di dua negara Nordik yang dia anggap sebagai teroris.

Erdogan juga akhirnya mencabut hak vetonya di Finlandia tetapi masih memblokir aksesi Swedia. Langkah itu adalah contoh klasik bagaimana Erdogan memajukan kepentingannya sendiri, terlepas dari struktur aliansi yang ada dan membuat pusing Barat.

“Saya harap siapa pun yang menang, menang,” kata Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden saat memberikan komentar Pemilu Turki.

“Ada cukup banyak masalah di belahan dunia itu,”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*