Arab Saudi sebelumnya dikenal sebagai mitra dekat Amerika Serikat (AS). Namun kini, negeri Raja Salman, mulai menunjukan kedekatan secara terang-terangan dengan “lawan” Washington, China.
Kabinet Arab Saudi menyetujui keputusan untuk bergabung dengan blok keamanan yang dipimpin China. Ini memperkuat hubungan Riyadh dengan Timur yang otomatis “selangkah” menjauhkannya dari kepentingan AS.
Melansir CNBC International Kamis (30/3/2023), badan pers Arab Saudi melaporkan bahwa dalam rapat kabinet yang dipimpin Raja Salman bin Abdulaziz Selasa, menyetujui sebuah memorandum yang memberi Riyadh status “mitra” dengan Organisasi Kerjasama Shanghai (SOC). Kedudukan ini sama seperti Turki, Qatar, Mesir dan “musuh” AS, Iran, dalam kelompok itu.
SOC sendiri merupakan aliansi politik, keamanan dan perdagangan. Bukan hanya China, lawan Washington lain yakni Rusia juga menjadi anggota penuh, selain sejumlah negara seperti India Pakistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan, dan Tajikistan.
Langkah Arab Saudi untuk bermitra dengan blok tersebut dilakukan kurang dari tiga minggu setelah pembukaan kesepakatan rekonsiliasi penting yang ditengahi China. Di mana Riyadh memulihkan hubungan diplomatik penuh yang terputus tujuh tahun lalu dengan Iran.
Selama ini Iran yang mayoritas Syiah menjadi saingan Arab Saudi yang muslim Sunni. Kedua negara terlibat dalam serangkaian konflik proksi di wilayah tersebut, seperti pertempuran yang berlarut-larut di Yaman.
Riyadh mengatakan bahwa meskipun telah terlibat dalam putaran pembicaraan bilateral sebelumnya dengan Teheran, proses rekonsiliasi dimulai dengan tawaran Presiden China Xi Jinping tahun lalu. Beijing berfungsi sebagai “jembatan” antara dua kelas berat Timur Tengah.
“Peran Xi dalam pemulihan hubungan mengangkat alis kemitraan Arab Saudi yang secara tradisional dekat dengan Washington, meskipun hubungan itu telah tegang baru-baru ini karena perselisihan tentang hak asasi manusia dan produksi minyak,” tulis AFP menggambarkan hubungan itu.
Diketahui, Xi Jinping juga telah melakukan panggilan telepon pada hari Selasa dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS), putra Raja Salman dan penguasa de facto negara Teluk tersebut. Ia memuji apa yang disebutnya meredakan ketegangan di Timur Tengah.
Sementara itu, AS melalui juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel mengecilkan dampak SOC. Ia mengatakan bahwa hal itu sudah lama ditebak.
“Setiap negara memiliki hubungan sendiri-sendiri,” kata Patel.
Perlu diketahui, menurut Reuters, China adalah mitra dagang terbesar Arab Saudi, dengan perdagangan bilateral senilai US$ 87,3 miliar pada tahun 2021. China adalah konsumen utama ekspor minyak kerajaan yang bergantung pada hidrokarbon, dengan kedua negara membuat terobosan signifikan di sektor petrokimia masing-masing.
Salah satunya, pengumuman baru-baru ini oleh raksasa minyak yang dikendalikan negara Saudi, Aramco, tentang usaha patungan yang akan membangun kilang dan petrokimia kompleks di Panjin di Cina timur laut. Kemitraan dilakukan bersama mitra Norinco dan Grup Industri Panjin Xincheng.