Ramai-ramai Asing Kabur, RI Catat Rekor Terburuk 14 Tahun

Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Transaksi finansial Indonesia mencatatkan defisit sebesar US$ 8,91 miliar pada 2022. Defisit tersebut adalah yang pertama kali sejak 2008 atau 14 tahun terakhir. Pada tahun tersebut dunia tengah diguncang Krisis Finansial Global.

Defisit pada transaksi finansial jarang dialami Indonesia. Sepanjang 2004-2022 atau 19 tahun terakhir, hanya dua kali Indonesia mencatatkan defisit pada transaksi finansial yakni pada 2008 dan 2022.

Transaksi finansial atau financial account merupakan komponen dari Neraca Pembayaran yang mencatat lalu lintas investasi, baik investasi langsung (foreign direct investment/FDI) maupun investasi portofolio.  Transaksi mencatat baik investasi dari sektor publik (pemerintah dan bank sentral) ataupun swasta.

Kondisi tidak biasa juga terjadi pada penyebab defisit transaksi finansial pada 2022. Neraca tersebut mengalami defisit karena besarnya arus modal asing yang keluar dari investasi portofolio, terutama obligasi.

Padahal selama bertahun-tahun, investasi portofolio selalu menjadi andalan untuk menyelamatkan neraca transaksi finansial sekaligus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).

Secara historis, pada masa-masa transaksi berjalan mencatatkan defisit, investasi portofolio lebih kerap membukukan surplus dalam jumlah besar sehingga NPI pun menjadi surplus.

Pada saat Krisis Finansial Global 2008 ataupun goncangan di pasar keuangan sangat besar pada 2018, investasi portofolio masih positif.

Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun lalu. Transaksi berjalan membukukan rekor tertingginya yakni US$ 13,2 miliar tetapi transaksi finansial justru defisit karena besarnya lubang defisit pada investasi portofolio.

Besarnya defisit transaksi finansial terjadi setelah asing ramai-ramai menarik investasi portofolionya dari pasar keuangan Indonesia.

Kondisi ini dipicu meningkatnya ketidakpastian global akibat perang Rusia-Ukraina, ancaman resesi, hingga tren kebijakan moneter ketat di sejumlah negara maju.

“Berbagai risiko perekonomian global memicu peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global sehingga menyebabkan investor asing mengalihkan dana dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) ke aset lebih likuid (fenomena cash is the king),” tulis BI dalam laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Kuartal IV-2022.

BI mencatat defisit pada investasi portofolio menembus US$ 9,023 miliar pada 2022. Jumlah tersebut berbanding terbalik dengan surplus US$ 5,09 miliar pada 2021.

Defisit terutama terjadi karena penarikan dana besar-besaran pada kuartal I dan III tahun lalu.

Defisit pada kuartal I tercatat US$ 3,18 miliar. Pada kuartal II angkanya turun menjadi US$ 450 juta tetapi naik lagi menjadi US$ 3,12 miliar pada kuartal III dan tercatat US$ 2,72 miliar pada kuartal IV-2022.

Sebagai catatan, pada kuartal I tahun lalu, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mulai menaikkan suku bunga acuan mereka.

Pada kuartal tersebut, perang Rusia-Ukraina juga meletus sehingga menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan global.

Bank sentral Eropa juga sudah mulai menaikkan suku bunga. Di sisi lain, kasus Covid-19 di China melonjak sehingga prospek ekonomi global sangat suram.

Besarnya defisit investasi portofolio lebih disebabkan banyaknya investor asing yang menjual obligasi milik pemerintah atau SBN.

Arus modal asing yang keluar dari pasar SBN menembus US$ 6,89 miliar pada 2022. Jumlah tersebut melonjak 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan 2021 yang tercatat US$ 0,61 miliar.
Investor asing terutama menjual SBN tenor jangka panjang.

Sebaliknya, scara keseluruhan tahun, asing masih mencatatkan net buy di pasar saham senilai US$ 3,92. Namun, asing mencatatkan net sell sebesar US$ 1 miliar pada obligasi swasta.

Asing masih masuk masuk ke pasar saham Indonesia dan mencatat net buy hingga kuartal III-2022. Net sell baru terjadi pada kuartal IV-2022 yakni sebesar US$ 1,22 miliar.

Kondisi sebaliknya terjadi pada SBN di mana net inflow malah baru tercatat pada kuartal IV yakni sebesar US$ 0,8 miliar setelah tiga kuartal sebelumnya selalu mencatat net outflow.

Sementara itu, laju investasi langsung yang bergerak di sektor riil sendiri tetap solid. Investasi langsung menembus US$ 14,12 miliar. Namun, jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan pada 2021 yang tercatat US$ 17,29 miliar.

Secara keseluruhan, NPI mencatatkan surplus sebesar US$ 4 miliar, lebih kecil dibandingkan surplus pada 2021 yang tercatat US$ 13,5 miliar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*